Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai
suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan
kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk
pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau
kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut
sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang
merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang
menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No. 8 Tahun 2010
disebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut.
Dalam pengertian ini, unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur pelaku, unsur
perbuatan melawan hukum serta unsur merupakan hasil tindak pidana.
Sedangkan pengertian tindak pidana pencucian uang dapat
dilihat ketentuan dalam pasal (3), (4), dan (5) UU No. 8 Tahun 2010. Intinya
dalah bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang
dilakukan baik oleh seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja menempatkan,
mentransfer,mengalihkan,membelanjakan,membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan itu, termasuk juga yang menerima dan
mengusainya. Para pakar telah menggolongkan proses pencucian uang (money
laundering) ke dalam tiga tahap, yakni:
Tahap Placement: tahap dimana menempatkan dana yang
dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositkan uang
kotor tersebut ke dalam sistem keuangan. Sejumlah uang yang ditempatkan dalam
suatu bank, akan kemudian uang tersebut akan masuk ke dalam sistem keuangan
negara yang bersangkutan. Jadi misalnaya melalui penyelundupan, ada penempatan
dari uang tunai dari suatu negara ke negara lain, menggabungkan antara uang
tunai yang bersifat ilegal itu dengan uang diperoleh secara legal. Variasi lain
dengan menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham,
mengkonversi dan mentransfer ke dalam valuta asing.
Tahap Layering: yang dimaksud dengan tahap layering
ialah tahap dengan cara pelapisan. Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap
ini yang tujuannya menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya ataupun
asal-usul dari uang tersebut. Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa
rekening ke lokasi lainnya atau dari satu negara ke negara lain dan dapat
dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud
mengaburkan asal usulnya, mentransfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham,
melakukan transaksi derivatif, dan lain-lain. Seringkali kali pula terjadi
bahwa si penyimpan dana itu sudah merupakan lapis-lapis yang jauh, karena sudah
diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya. Bisa juga cara ini dilakukan
misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya
dipakai untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara legal. Dengan melakukan
cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan usahanya yang secara legal
tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu melainkan dari perolehan
kredit bank tadi.
Tahap Integration: merupakan tahap menyatukan kembali
uang-uang kotor tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di
atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai
kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang
dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ilegal sebelumnya,
dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor itu telah tercuci. (sumber,http://72legalogic.wordpress.com)
Dari penjelasan di atas, dapt disimpulkan bahwa tujuan
pelaku melakukan pencucian uang adalah untuk menyembunyikan atau menyamarkan
hasil dari predicate offence agar tidak terlacak untuk selanjutnya dapat
digunakan. Jadi bukan untuk tujuan menyembunyikan saja tapi mengubah performance
atau asal usulnya hasil kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan
hubungan langsung dengan kejahatan asalnya. Dengan demikian jelas bahwa dalam
berbagai kejahatan di bidang keuangan (interprise crimes) hampir pasti
akan dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan hasil kejahatan itu agar
terhindar dari tuntutan hukum.
Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang
Dari defenisi tindak pidana pencucian uang sebagaimana di
jelaskan diatas, maka tindak pidana pencucian uang mengandung unsur-unsur
sebagai berikut :
1. pelaku
2. perbuatan
(transaksi keuangan atau financial) dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal)
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal).
3. merupakan
hasil tindak pidana
Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur
objektif (actus reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur
objektif (actus reus) dapat dilihat dengan adanya kegiatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan,
menitipkan, membawa keluar negari, menukarkan atau perbuatan lain atas harta
kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan
unsur subjektif (mens rea) dilihat dari perbuatan seseorang yang
dengan sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari
hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta
tersebut.
Ketentuan yang ada dalam UU No. 8 Tahun 2010 terkait
perumusan tindak pidana pencucian uang menggunakan kata “setiap orang”
dimana dalam pasal 1 angka (9) ditegaskan bahwa Setiap orang adalah orang
perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian korporasi terdapat
dalam pasal 1 angka (10). Dalam pasal ini disebutkan bahwa Korporasi
adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan
hukum maupun bukan badan hukum. Sementara itu, yang dimaksud dengan transaksi
menurut ketentuan dalam Undang-undang ini adalah seluruh kegiatan yang
menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara
dua pihak atau lebih. Adapun transaksi keuangan diartikan sebagai
transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan,
pemindah bukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan
atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan yang
menjadi unsur tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang
mencurikan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai maupun
melalui proses pentransferan/memindahbukukan.
Transaksi Keuangan Mencurigakan menurut ketentuan yang
tertuang pada pasal 1 angka (5) UU No. 8 Tahun 2010 adalah: transaksi keuangan
yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari
nasabah yang bersangkutan;
1. transaksi
keuangan oleh pengguna jasa keuangan yang patut diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan
oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
2. transaksi
keuangan yang dilakukan maupun yang batal dilakukan dengan menggunakan harta
kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
3. transaksi
keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena
melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Menyebutkan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus
memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 UU No. 8 Tahun 2010, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi karena
pelaku melakukan tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil
tindak pidana. Pengertian hasil tindak pidana diuraikan pada Pasal 2 UU UU No.
8 Tahun 2010. Pada pasal ini Harta kekayaan yang dikualifikasikan sebagai harta
kekayaan hasil tindak pidana adalah harta yang berasal dari kejahatan seperti:
korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migrant, bidang perbankan, bidang pasar modal, bidang asuransi,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme,
penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian,
prostitusi, bidang perpajakan, bidang lingkungan hidup, bidang kehutanan,
bidang kelautan dan perikanan serta tindak pidana lain yang diancam hukuman 4
tahun penjara.
Perlu dijadikan catatan, bahwa dalam pembuktian tindak
pidana pencucian uang nantinya hasil tindakan pidana merupakan unsur delik yang
harus dibuktikan. Pembuktian apakah benar atau tidaknya harta kekayaan tersebut
merupakan hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan adanya tindak pidana
yang menghasilkan harta kekayaan tersebut. Bukan untuk membuktikan apakah benar
telah terjadi tindak pidana asal (predicate crime) yang menghasilkan
harta kekayaan.
Dalam ketentuan sebagaimana yang sebutkan pada pasal 3 UU
No. 8 Tahun 2010, teridentifikasi beberapa tindakan yang dapat dikualifikasi
kedalam bentuk tindak pidana pencucian uang, yakni tindakan atau perbuatan yang
dengan sengaja:
1. Menempatkan
harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan baik atas nama sendiri atau atas
nama orang lain, padahal diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut
diperoleh melalui tindak pidana.
2. Mentransfer
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil dari tindak
pidana pencucian uang, dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa
keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.
3. Membelanjakan
atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan
harta yang diperoleh dari tindak pidana. Baik atas nama dirinya sendiri atau
atas nama pihak lain.
4. Menghibahkan
atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan
harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri
ataupun atas nama pihak lain.
5. Menitipkan
harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh
berdasarkan tindak pidana, baik atas namanaya sendiri atau atas nama pihak
lain.
6. Membawa
ke luar negeri harta yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang
diproleh dari tindak pidana.
7. Menukarkan
atau perbuatan lainnya terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan harta hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga
lainnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul harta
kekayaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar