Kamis, 31 Mei 2012

materi kuliah hukum dan HAM


Perkembangan konsep Hak Asasi Manusia ditelusuri secara historis berawal dari dunia Barat dimulai dari abad XVII sampai dengan abad XX.Pada abad XVII, Hak Asasi Manusia berasal dari hak kodrat (natural rights) yang mengalir dari hukum kodrat (natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan politik (political freedom) dan hak untuk ada (rights to be). Hal ini dipengaruhi keadaan masa sebelumnya dalam kehidupan bernegara yang  absolut. Pada abad XVIII, hak kodrat dirasionalkan melalui konsep kontrak sosial dan mebuat hak tersebut menjadi sekular, rational, universal, individual demokratik dan radikal. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil (civil libertis) dan hak untuk memiliki (rights to have). Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang lebih memberikan penekanan pada masyarakat (society).Pada masa ini lahir fungsi sosial dan hak-hak individu. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah hak untuk berpartisipasi (participation rights) dan hak untuk berbuat (rights to do). Pada abad XX ditandai dengan usaha untuk mengkonversikan hak-hak individu yang sifatnya kodrat menjadi hak-hak hukum (form natural human rights into positive legal rights).Saat itu lahirlah The Universal Declaration of Human Rights (DUHAM). Hak yang meonjol pada abad ini adalah hak-hak sosial ekonomi (sosial economic rights) dan hak untuk mendapatkan sesuatu (rights to receive).
          Pemikiran konsep hak asasi manusia, secara umum menurut Philipus M Hadjon, dibedakan dalam tiga kelompok, berdasarkan ide/ gagasan yaitu political and ideological thought yaitu Barat, sosialis dan dunia ketiga. Yang dikelompokkan dalam pemikiran barat meliputi Eropa Barat, amerika Serikat, Kanada, Aistralia, New Zealan, sebagian Amerika Latin yang dipengaruhi pemikiran Barat, dan Jepang (dari segi ekonomi). Kelompok sosialis meliputi negara sosialis di Eropa timur, Kuba, Yugoslavia.Selain itu ada kelompok dunia ketiga yang tidak mempunyai kesatuan ideologi, misalnya India dan Indonesia.
          Perkembangan konsep hak asasi manusia di dunia internasional secara umum dibedakan dalam tiga generasi yaitu generasi I dengan penekanan hak sipil dan politik, generasi II dengan penekanan hak sosial ekonomi dan budaya serta generasi ketiga yang melahirkan hak pembangunan.
          Berbeda dengan pendapat Jimly Asshiddiqie yang membedakan perkembangan konsep hak asasi manusia dalam lima generasi. Jimly Asshiddiqie menyebut Generasi I dan II sebagai generasi II, sedangkan generasi I mulai ditandatanganinya Piagam PBB sampai dengan tahun 1966.
Generasi Pertama, puncaknya pada persitiwa penandatanganan naskah Universal Declaration of Human Rights oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat dengan Declaration of Independence, dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik.

Generasi Kedua, dimulai dari persitiwa penandatanganan International Couvenant on Civil and Political Rights dan  International Couvenant on Economic, Sosial and Cultural Rights (Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 2200 A (III) tertanggal 16 Desember 1966).

Generasi Ketiga, tahun 1986, muncul konsepsi baru hak asasi manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to development. Hak atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya.
Generasi I, II, dan III pada pokoknya mempunyai karakteristik dalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam suatu negara.Setiap pelanggaran selalu melibatkan peran pemerintah yang biasa dikategorikan sebagai crime by government yang termasuk ke dalam pengertian political crime (kejahatan politik) sebagai lawan dari pengertian crime against government (kejahatan terhadap kekuasaan resmi).Sasaran perjuangan hak asasi manusia adalah kekuasaan represif negara terhadap rakyatnya.

Generasi Keempat, mempunyai sifat hubungan kekuasaan dalam konsepsi yang bersifat horizontal. Hal ini dipengaruhi adanya fenomena :
1.    fenomena konglomerasi berbagai perusahaan berskala besar dalam suatu negara yang kemudian berkembang menjadi Multi National Corporations (MNC’s) atau disebut juga Trans-National Corporations (TNC’s) dimana-mana di dunia. Hubungan kekuasaan yang dipersoalkan dalam hal ini adalah antara produsen dan konsumen.
2.    memunculkan fenomena Nations without State, seperti bangsa Kurdi yang tersebar di berbagai negara Turki dan Irak; bangsa Cina Nasionalis yang tersebar dalam jumlah yang sangat besar di hampir semua negara di dunia; bangsa Persia (Iran), Irak, dan Bosnia.
3.    fenomena berkembangnya suatu lapisan sosial tertentu dalam setiap masyarakat di negara-negara yang terlibat aktif dalam pergaulan internasional, yaitu kelompok orang yang dapat disebut sebagai global citizens, dikalangan diplomat dan pekerja atau pengusaha asing. Sebagai contoh, di setiap negara, terdapat apa yang disebut dengan diplomatic shop yang bebas pajak, yang secara khusus melayani kebutuhan para diplomat untuk berbelanja.
4.    fenomena berkembangnya corporate federalism sebagai sistem yang mengatur prinsip representasi politik atas dasar pertimbangan-pertimbangan ras tertentu ataupun pengelompokan kultural penduduk. Pembagian kelompok English speaking community dan French speaking community di Kanada, kelompok Dutch speaking community dan German speaking community di Belgia, dan prinsip representasi politik suku-suku tertentu dalam kamar parlemen di Austria, dapat disebut sebagai corporate federalism dalam arti luas. Kelompok-kelompok etnis dan kultural tersebut diperlakukan sebagai suatu entitas hukum tersendiri yang mempunyai hak politik yang bersifat otonom dan karena itu berhak atas representasi yang demokratis dalam institusi parlemen.

Dimensi Baru dengan ciri pokok yang terletak dalam pemahaman mengenai struktur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara produsen yang memiliki segala potensi dan peluang untuk melakukan tindakan-tindakan sewenang-wenang terhadap pihak konsumen yang mungkin diperlakukan sewenang-wenang dan tidak adil.

          Untuk memahami lebih jauh kajian tentang Hukum dan HAM, silahkan diunduh link di bawah sebagai bahan pembelajaran

Penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia saat ini merupakan suatu masalah yang sangat menarik untuk dikaji, karena dalam banyak kasus ternyata memberikan citra yang kurang baik atau bahkan buruk dimata masyarakat pada umumnya.Banyak kalangan baik yang awam, maupun yang bergelut dalam bidang hukum, sering berpendapat bahwa hukum seakan tidak mempunyai makna dan manfaat dalam rangka memberikan jaminan bagi tujuan utamanya yakni terciptanya ketertiban, keamanan, kesejahteraan dan keadilan serta kepastianhukum.
Hukum telah kehilangan jati dirinya sebagai instrument penting dalam menata atau mengatur kehidupan masyarakat.Ironis memang, jika kita cermati dan renungkan secara mendalam berbagai peristiwa atau kasus dalam bidang hukum dimana proses-proses penegakannya memperlihatkan adegan-adegan yang kurang terpuji atau boleh dikatakan menjijikan dan mengerikan.
Dalam proses penegakan hukum, sebenarnya banyak pihak mempunyai  peran baik pemerintah ( aparatur penegak hukum ; Polisi, Jaksa, Hakim ) termasuk masyarakat sendiri yang merupakan bagian integral atau tidak bisa dilepaspisahkan. Peran dan tanggung jawab penegakan hukum, sering dilimpahkan sepenuhnya kepada aparatur penegak hukum saja, pada hal dalam sebuah negara hukum yang demokratis rakyat atau masyarakat mempunyai fungsi, peran dan tanggung jawab yang sangat penting dan menentukan.
Penegakan hukum dan hak asasi manusia akan lebih bermakna, jika hal itu diikuti dengan berbagai instrument dan elemen pendukung yang patut mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah atau penguasa.
Banyak kasus hukum dan hak asasi manusia yang muncul kepermukaan dan melibatkan para aparatur penegak hukum, sehingga sorotan utama hanya tertuju pada Polisi, Jaksa, Hakim juga Pengacara yang terlibat langsung.Pada akhirnya masyarakt, baik secara individu atau kelompok memberikan penilaian terhadap aparatur penegak hukum, menurut versi masing-masing.
Patut diketahui dan dipahami dalam proses penegakan hukum dan hak asasi manusia aparatur penegak hukum hanya merupakan salah satu bagian penting dari sejumlah komponen lain yang mempunyai fungsi dan peran penting antara lain ; aturan hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sendiri.
Terkait dengan itu maka sebelum dilakukan Sidang Klasis Kota Ambon, Panitia Pelaksana di Jemaat Bethel bekerja sama denga Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Jemaat Bethel, telah berupaya untuk melakukan survey kecil, terkait dengan masalah hukum dan hak asasi manusia dilingkup klasis Kota dengan tujuan utama adalah mendapatkan informasi riil dari jemaat.
Langkah ini ternyata mempunyai nilai tambah karena dengan survey kecil itu tergambar bagi kita bahwa selama ini hampir semua orang berbicara tentang hukum dan hak asasi manusia, namun dalam kenyataan masih banyak orang ( jemaat ) maupun para pejabat baik struktural maupun fungsional, belum sepenuhnya memahami secara baik dan benar  tentang hukum dan hak asasi manusia tersebut.
Hasil temuan sementara ini menarik untuk dikaji, karena bagaimana mungkin orang ( anggota jemaat ) memperjuangkan hak-haknya secara baik, padahal hak-hak itu belum sepenuhnya dipahami. Bagaimana mungkin seorang anggota jemaat menuntut penegakan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia, padahal lembaga yang menanganinya saja tidak diketahui  secara pasti.

2.    ISU-ISU HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Secara umum dapat dikemukaan beberapa isu Hukum dan hak asasi manusia yang menonjol. Isu-isu hukum yang menonjol di Kota Ambon antara lain :
1.     Sengketa batas Tanah baik antar individu maupun antar komunitas
2.    Kekerasan dalam rumah tangga
3.    Perlindungan terhadap perempuan dan anak
4.    Kenakalan Remaja
5.    Minuman Keras dan Narkotika dan Obat-obatan terlarang
6.    Perselingkuhan dan seks bebas
7.    Perceraian
8.    Pembunuhan
9.    Pengotoran ( polusi ) dan Pencemaran Lingkungan
10.  Pelecehan seksual ( khusus anak dibawah umur )
11.   Kekerasan dan Penganiayaan
12.  Pelanggaran lalulintas jalan raya
13.  Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN )
14.  Tindakan sewenang-wenang oleh aparatur penegak hukum
15.  Pemerasan
16.  Kebiasaan menjual tanah
17.  Dan sebagainya
Isu-isu Hak Asasi Manusia yang meonjol di Kota Ambon antara lain :
1.     Hak atas sumberdaya alam khususnya air bersih
2.    Hak atas lingkungan hidup yang bersih
3.    Hak-hak dalam bidang politik
4.    Hak-hak dalam bidang ekonomi ( mendapatkan pekerjaan yang layak)
5.    Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum
6.    Hak untuk bebas menyatakan pendapat /demokrasi
7.    Hak untuk bebas berekspresi
8.    Hak untuk bebas dari bentuk-bentuk penyiksaan
9.    Hak untuk mendapatkan pendidikan
10.  Hak atas informasi
11.   Hak untuk hidup sejahtera
12.  Dan sebagainya

3.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENEGAKAN HUKUM
Menurut Soerjono Soekanto, secara konseptual terdapat 5 ( lima faktor ) yang mempengaruhi proses penegakan hukum antara lain :
1.     Aturan Hukum atau Undang-Undang
2.    Aparatur penegak hukum
3.    Sarana dan Prasarana
4.    Budaya Hukum
5.    Masyarakat ( Soerjono Soekanto : 1982 )
Aturan hukum atau Undang-Undang sering merupakan faktor penghambat sehingga mempengaruhi proses penegakan hukum, karena rumusan normanya tidak jelas menimbulkan penafsiran yang kadang-kadang merugikan atau tidak adil.
 Aparatur penegak hukum yang merupakan salah satu pilar penting dalam proses penegakan hukum, sering melakukan berbagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga menimbulkan berbagai masalah.
Sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai sudah tentu akan mempengaruhi ruang gerak aparatur penegak hukum dan juga anggota masyarakat sebagai pencari keadilan.
Budaya hukum masyarakat yang merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai dalam rangka memahami hukum dan berupaya untuk menerapkannya secara baik demi kepentingan bersama, ternyata belum dipraktekan secara baik.
Masyarakat sering menjadi penyebab dalam proses penegakan hukum, karena mempunyai uang, sering didorong oleh keinginan untuk menang sendiri tanpa memperhatikan aspek-aspek yang sifatnya objektif dari hukum untuk mewujudkan tujuannya yakni keadilan. Sebagai contoh ; seseorang ketika berhadapan dengan kasus hukum perdata ( masalah tanah ) dan secara objektif sebenarnya yang bersangkutan tidak mempunyai alat bukti yang kuat, berupa sertifikat atau keteranga lainnya sebagai alas haknya, tetapi karena yang bersangkutan mempunyai uang yang banyak maka ia tetap bersikeras untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan. Jadi yang penting masuk ke Pengadilan nanti di atur kemudian, tanpa mempertimbangkan secara matang dari aspek positif atau negatifnya.

4.    PERAN DAN TANGGUNG JAWAB CIVIL SOCIETY DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Sudah diuraikan di atas bahwa dalam proses penegakan hukum maka hampir semua pihak mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kapasitasnya dan lingkup wewenang yang dimiliki. Dengan demikian penagakan hukum tidak selamanya dilaksanakan secara formil.Artinya hanya menjadi tanggungjawab aparatur penegak hukum saja, namun secara informal juga menjadi tanggungjawab semua pihak termasuk civil society.
Patut diakui bahwa selama ini pandangan bahwa proses penegakan hukum hanya merupakan tanggungjawab pemerintah yang mempunyai perangkat resmi, sehingga jika terjadi kesalahan dalam beberapa hal yang sifatnya kasuistis maka sasaran cemoohan ditujukan hanya pada Polisi, Jaksa Dan Hakim.
Begitu pula dengan upaya penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia, ternyata tanggungjawab itu berada pada pemerintah, hukum dan masyarakat ( Lihat UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ). Tanggungjawab dari berbagai pihak yang merupakan pilar penting dalam penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia tersebut menuntut peran-peran yang harus dimainkan dengan baik tanpa harus menuding, tetapi berada bersama-sama dalam suatu arak-arakan yang harmonis sehingga sasaran atau tujuan yang diinginkan boleh tercapai.
Jadi civil society sebenarnya mempunyai peran-peran yang sangat penting dan menentukan. Artinya peran-peran secara informal melalui berbagai aktivitas yang memberikan jaminan bagi kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai  merupakan tanggungjawab bersama yang harus diwujudkan dalam aktivitas nyata.
Beberapa contoh kecil yang sering diabaikan oleh masyarakat misalnya ; membuang sampah dijalan ketika berkendara atau disembarang tempat, menegur dan memberikan nasehat kepada pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan di jalan, memberikan motivasi kepada para pedagang kaki lima yang berjualan di emper-emper toko dan di atas trotoar, mengarahkan para pengemudi becak yang memasuki jalur-jalur jalan yang terdapat tanda larangan dan sebagainya, merupakan tindakan nyata secara informal.
Ketika anggota masyarakat lain atau para pemimpin termasuk para pelayan berhadapan dengan kasus-kasus kecil tersebut, dan tahu bahwa itu melanggar hukum, namun tidak memberikan peringatan untuk membimbing atau mengarahkan mereka agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum tersebut, maka peran-peran civil society belum dimainkan secara baik. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama, bukan tanggungjawab Satuan Polisi Pamongpraja ( Satpol PP ) saja atau Polisi semata-mata.
Terkait dengan hak asasi manusia, dapat dikemukakan beberapa contoh antara lain; tidak terdaftarnya sejumlah warga kota dalam daftar calon pemilih tetap pada pemilu legislatif tahun 2009 maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang berakibat pada hilangnya hak-hak politik. Banyak diantara anggota jemaat dan anggota masyarakat yang mungkin saja kehilangan sumber-sumber kehidupan akibat kebijakan pemerintah, namun mereka pasrah saja pada keadaan karena terdapat tekanan tertentu oleh penguasa. Pendistribusian air minum kepada warga kota Ambon yang seharusnya memenuhi standar tertentu, tetapi ternyata hanya bisa untuk mandi, cuci, kakus dan tidak bisa diminum karena mengandung kapur, sebenarnya terkait erat dengan hak-hak asasi manusia. Hak-hak untuk  bebas dalam menyampaikan pendapat ( demokrasi ) dalam rumah tangga, dimana anak tidak mempunyai kebebasan menyampaikan pendapat atau berekspresi karena kebiasaan atau karena kebiasaan atau budaya untuk tunduk dan patuh pada semua perintah orang tua, dan tidak ada ruang untuk berdiskusi dan beragumentasi secara fair.
Banyak kasus lain yang harus dikaji dan dibuat daftar panjang, sehingga menjadi peringatan kepada penguasa bahwa kebijakan-kebijakan tersebut ternyata bertentangan dan belum memberikan jaminan penegakan hukum dan pemenuhan hak asasi manusia.
Sebagai anggota masyarakat, apapun statusnya sebenarnya mempunyai peran-peran yang sangat penting dan menentukan dalam proses penegakan hukum dan hak asasi manusia. Inilah yang disebut sebagai peran civil society dalam proses penegakan hukum dan hak asasi manusia. Artinya setiap komponen dalam masyarakat yang mempunyai komitmen dan fokus serta prihatin pada masalah-masalah hukum dan hak asasi manusia, merupakan bagian dari civil society.
Dengan demikian penegakan hukum dan hak asasi manusia secara harmonis harus berada dalam nuansa dan gerak langkah yang serasi dari semua komponen dalam masyarakat, untuk mempengaruhi berbagai kebijakan pemerintah dalam proses penegakan hukum dan hak asasi manusia.

5.    PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERMAKNA DAN BERMANFAAT BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT
Sesuai dengan tujuannya maka hukum harus memberikan rasa adil, aman, damai, tertib, sejahtera dan adanya kapastian hukum dalam masyarakat (Dalijo dkk ). Proses-proses penegakan hukum yang adil pasti berpengaruh positif bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia.Antara hukum dan hak asasi manusia ternyata mempunyai hubungan yang sangat erat, karena tanpa hukum hak asasi tidak bisa ditegakan dan dipenuhi. Hukum harus menjadi instrumen penting yang akan memberikan jaminan bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu hukum harus bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama dalam masyarakat.Artinya kepercayaan masyarakat terhadap hukum harus semakin meningkat, bukan sebaliknya menjadi luntur akibat ulah dari segelintir orang yang kurang bertanggungjawab.
Dalam kenyataan saat ini dapat dikatakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin luntur.Hal ini sebenarnya bukan disebabkan karena aturan hukum yang tidak jelas dan kurang memberikan jaminan bagi pemenuhan hak asasi manusia, tatapi lebih diarahkan pada aparatur penegakan hukum termasuk anggota masyarakat, yang sering bermain-main dengan hukum demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Jadi sebenarnya yang perlu mendapat sorotan utama adalah manusia yang menjadi penggerak hukum.Manusia sebagai aparatur penegak hukum maupun sebagai anggota masyarakat biasa harus mampu mendorong dan mengerakan hukum demi kepentingan hukum itu sendiri maupun aspek-aspek manusia dan kemanusiaan. Mental dan moral manusia terutama aparatur penegak hukum, harus dibina dengan sebaik-baiknya berdasarkan ajaran-ajaran agama dan aspek-aspek yang terkait dengan kemanusiaan, sehingga ketika menjalankan tugas dan tanggungjawab di dalam masyarakat maka arah dan perhatian harus tertuju pada manusia sebagai sosok yang perlu dilindungi hak-haknya dalam bidang hukum maupun hak asasi manusia.
Oleh karena itu, hukum harus ditegakan untuk kepentingan ketertiban dan keamanan serta kedamaian dalam masyarakat.Hukum juga harus memberikan jaminan bagi adanya keadilan sehingga semua pihak merasa diperlakukan secara proposional berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.Hukum harus mensejahterakan masyarakat baik secara fisik maupun psykhis.Artinya dengan hukum yang baik maka masyarakat merasa hidupnya lebih sejahtera dan bahagia. Hukum juga harus memberikan jaminankepastian sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain yang pada akhirnya merugikan pihak-pihak tertentu.
Dalam praktek ternyata tidak demikian karena hukum khususnya Undang-Undang itu merupakan produk politik, sehingga banyak rumusan norma yang mengandung muatan politik sesuai dengan kepentingan atau keinginan individu atau kelompok tertentu (Saptenno : 2008 ).
Persoalan mendasar terkait dengan tujuan hukum di atas sebenarnya berada pada manusia ( aparatur penegak hukum ) yang menggengam hukum dan melaksanakannya sesuai dengan lingkup kewenangan yang diatur oleh hukum sendiri. Jika manusia bermental baik maka hukum yang kurang baik pasti akan diperbaikinya sehingga menjadi lebih baik,  demi kepentingan pelayanan kepada manusia baik secara individu maupun kelompok masyarakat pada umumnya. Jika manusia bermental atau bermoral kurang baik atau buruk, maka hukum yang baik akan dirubah menjadi tidak baik, sehingga pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum di dalam masyarakat.


6.    PERAN GEREJA SEBAGAI BAGIAN DARI CIVIL SOCIETY DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN PERJUANGAN PENEGAKAN HUKUM DAN PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA
Gereja baik secara struktural organisatoris maupun sebagai orang-orang percaya yang terpanggil keluar untuk bersaksi, sebenarnya merupakan bagian penting dari civil society. Artinya secara kelembagaan gereja berada bersama-sama dengan berbagai organisasi lainnya, dalam masyarakat dengan tugas utama adalah membina umat manusia yang percaya dan bergabung di dalamnya untuk menjadi warga gereja, sekaligus warga masyarakat yang takut pada Allah dengan jalan menuruti  segala perintah-perintahNya di dalam Alkitab sebagai Firman Allah.
Jika dicermati dan dikaji  lebih mendalam  serta  holistik atau menyeluruh  ternyata  gereja telah memainkan  fungsi dan perannya  secara baik dalam proses-proses penegakan hukum dan hak asasi manusia. Para Pendeta  dan Majelis dalam  berbagai khotbah melalui mimbar-mimbar gereja  maupun ibadah-ibadah,  telah melaksanakan fungsi-fungsi  advokasi secara baik. Dalam upaya menyelesaikan berbagai  permasalahan  dalam kehidupan berjemaat, para hamba Tuhan telah melakukan  berbagai upaya penegakan hukum dan hak asasi manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Firman Tuhan yang disampaikan sebenarnya berisi pesan-pesan hukum dan hak asasi manusia yang luhur, namun dalam kenyataan belum seluruh anggota jemaat termasuk para pelayan sendiri, menghayati dan mengamalkannya secara baik, dalam kehidupan bersama sebagai anggota jemaat maupun anggota masyarakat.
Gereja telah memainkan fungsi mendidik dan mengajar terkait dengan masalah hukum dan hak asasi manusia secara baik. Terkait dengan hak asasi manusia, Bagir Manan (2001:60 ) mengatakan bahwa bentuk lain dari upaya aktualisasi hak asasi manusia yaitu dengan cara menjadikan hak asasi manusia sebagai tatanan sosial yakni sebagai sesuatu yang hidup di tengah- tengah masyarakat baik dalam tatanan politis ekonomi dan sosial di masyarakat. Dalam kerangka itu pendidikan kemasyarakatan hak asasi manusia perlu dilakukan secara terus menerus.
Walaupun demikian patut diakui masih banyak hal yang kurang, karena hasil survey pada beberapa jemaat di wilayah Klasis Kota Ambon, baik para pelayan maupun anggota jemaat dalam berbagai strata, belum sepenuhnya memahami dengan baik apa sesungguhnya makna atau arti dari hukum, maupun hak asasi manusia baik formal maupun materiil.
Terkait dengan tujuan hukum sebagian besar responden atau 89,80 % mengakui mengetahui tentang tujuan hukum. Jika dihubungkan dengan perilaku masyarakat pada semua strata maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan tersebut hanya bersifat formalitas belaka. Pengaruh hukum dalam menata kehidupan masyarakat ternyata 80,11 % responden  mengatakan bahwa hukum-hukum  mempunyai pengaruh, namun ada 2,15 % mengatakan bahwa hukum  tidak berpengaruh, sedangkan 6,99 % mengatakan tidak tahu. Terkait dengan penegakan hukum ternyata 60,75 % responden mengatakan bahwa penegakan hukum belum maksimal. Terkait dengan kesan, ternyata 21,51 % mempunyai kesan buruk terhadap hokum, sedangkan 17,74% mengatakan penegakan hukum baik. Terdapat suatu kesadaran yang sungguh dalam masyarakat bahwa penegakan  hukum  menjadi tanggungjawab semua elemen atau 77,42 %, sedangkan terkait dengan kinerja aparatur penegak hukum 38,17 % mengatakan kinerja baik, sedangkan 47,31% mengatakan kinerja aparatur penegak hukum kurang baik dan 9,14 % mengatakan kinerja buruk. Masalah- masalah yang paling menonjol di Kota Ambon adalah masalah Pidana dengan prosentase 58,60 %. Masyarakat sadar betul bahwa tanggungjawab dari lembaga-lembaga  dalam rangka turut serta memberikan solusi dalam peyelesaian masalah hukum adalah pemerintah, gereja dan masyarakat dengan prosentase 62,90%. Pemerintah sendiri mendapat sorotan utama sebagai pihak yang bertanggungjawab yakni 31,18 %.
Kesadaran hukum masyarakat untuk melapor berbagai kasus yang terjadi di lingkungan sekitarnya 51,10 % responden sering berhubungan dengan RT/RW, sedangkan 40 % berhubungan dengan Polisi.
Berdasarkan hasil survey di atas maka dapat dikatakan bahwa masyarakat masih menggantungkan harapannya kepada aparatur penegakan hukum untuk menegakkan hukum secara baik, walaupun dalam  kenyataan masih tetap menilai kinerja aparatur penegakan hukum masih kurang baik atau buruk. Harapan untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum tidak saja pada pemerintah, tetapi juga kepada gereja dan masyarakat sendiri.Hal ini menarik untuk dikaji karena penyelesaian kasus-kasus hukum sebenarnya dapat diselesaikan secara persuasif dan damai, sehingga tidak selamanya harus diselesaikan secara formal melalui lembaga-lembaga pemerintahan.
Hasil survey terkait dengan hak asai manusia menunjukan bahwa terdapat anggota masyarakat atau jemaat juga yang belum tahu sama sekali tentang hak asasi manusia ( 0,54 % ), sedangkan 54,30 % responden mengetahui hak asasi manusia dari berbagai media termasuk buku teks.  77,96 % responden mengatakan faham benar tentang hak asasi manusia, sedangkan 15,59 % mengatakan kurang faham dan 3,76 % mengatakan tidakfaham sama sekali tentang hak asasi manusia, sisanya tidak memberikan jawaban. Terkait dengan perlunya perlindungan hak asasi manusia, 94,09 % mengatakan perlu adanya perlindungan hak asasi manusia, 0,54 % tidak perlu mengatakan dan 5,38 % tidak memberikan jawaban. Untuk pemenuhan hak asasi manusia 99,46 % mengatakan perlu pemenuhan, sedangkan 0,54 % mengatakan tidak perlu. Tanggungjawab terkait dengan masalah hak asasi manusia masih diberikan kepada Pemerintah, Lembaga Hukum dan masyarakat ( 47,30 % ). Banyak responden (59 %) yang tidak mempunyai pengalaman atau mengalami kasus-kasus dalam bidang hak asasi manusia. Pelaku pelanggaran hak asasi manusia lebih banyak diarahkan pada lembaga-lembaga hukum ( 24,73 % ), dan Pemerintah ( 17 % ).
Hal menarik yang ditemukan adalah bahwa 63,44 % responden menjawab bahwa gereja secara institusi juga berpeluang melakukan pelanggaran hak asasi manusia, namun 77,56 % responden mengakui gereja berperan dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok-kelompok rentan seperti perempuan dan anak sangat mungkin terjadi, hal itu terlihat dari 91,40 % responden mengakuinya, sedangkan 8,40 % tidak yakin hal itu terjadi.
Dalam upaya untuk melindungi hak-hak asasi manusia maka lembaga yang menjadi tempat untuk pertolongan pertama adalah Ketua Rukun Tetangga 38,17 %, Polisi 28,49 %, Gereja 5,91 %, Pemerintah Desa 8,06 %, Komnas Daerah 1,61 %.
Terkait dengan hak asasi manusia, walaupun dalam kenyataan hampir setiap orang bergelut dengan masalah-masalah tersebut, malah latah menyebutnya dalam tata pergaulan jemaat maupun masyarakat, namun belum sepenuhnya memahami hak-hak asasi manusia.
Steven Tong ( 1999 : 6-7 ) mengatakan bahwa hak asasi manusia memang diberikan oleh Tuhan, tetapi justru hak asasi itu telah dipermainkan oleh manusia. Ditegaskan lebih lanjut bahwa manusia itu adalah gambar dan teladan Allah, sehingga manusia itu bernilai dan tidak dapat diganti dengan uang.Dengan demikian Allah merupakan induk dari nilai dan manusia wujud kemuliaan Allah.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang mengandung penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Terkait dengan KeTuhanan Yang Maha Esa, mak Oemar Senoadji mengatakan bahwa hak merupakan causa prima atau sebab utama dan pertama, sebagai asal dari segala kehidupan yang mengajarkan persamaan, keadilan, kasih sayang dan kehidupan yang tentram dan semua ini merupakan pengakuan terhadap hak asasi manusia. ( Oemar Senoadji dalam Ramlon Naning : 1983 : 32 ).
Upaya penegakan dan perlindungan hukum serta hak asasi manusia di Indonesia saat ini dan juga di Kota Ambon khususnya, belum dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan nilai-nilai yang hidup dalam msyarakat. Hal ini masih banyak berada pada tataran wacana, namun tindakan nyata masih jauh dari harapan masyarakat yakni terciptanya kedamaian, keadilan dan kesejahteraan serta kepastian hukum.            


7.    PENUTUP
Berdasarkan uraian–uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa upaya penegakan hukum  dan perlindungan hak asasi manusia akan berlangsung dengan baik, jika mental dan moral aparatur penegak hukum, masyarakat ( anggota Jemaat ) termasuk semua komponen masyarakat lainnya, berubah seirama dengan nilai-nilai sosial dan keagamaan yang hidup dalam masyarakat. Jadi intinya upaya penegakan hukum dan hak asasi manusia tergantung pada manusia sebagai pemegang kendali dari seluruh aspek kehidupan masyarakat termasuk kehidupan berjemaat.
Gereja sudah berperan secara aktif sebagai bagian dari civil society, namun membutuhkan peran dan tanggungjawab yang lebih nyata, sehingga menjadi lembaga yang disegani dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penegakan hukum dan hak asasi manusia yang harmonis akan tercipta jika semua komponen bersatu dan berada dalam arak-arakan perjuangan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan, yakni kepentingan manusia dan kemanusiaan.
Demikian beberapa pokok pikiran yang dapat disampikan untuk didiskusikan.Semoga bermanfaat.Syalom.

5 komentar: